0

Hikmah diturunkanya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu sangat banyak manfaatnya, baik bagi pribadi nabi Muhammad SAW, masyarakat arab ketika masa Al-qur’an diturunkan maupun bagi umat setelah masa sahabat[1].

Adapun hikmah turunya Al-Qur’an secara berangsur-angsur bagi pribadi nabi Muhammad SAW adalah :

a) Meneguhkan dan menguatkan hati nabi Muhammad SAW serta dengan mencerikan kisah-kisah nabi sebelumnya.
“Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah, supaya kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (Al-Furqaan: 32)
Kata Abu Syamah[2], ayat itu menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak sekali turun langsung berbentuk kitab seperti kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya, tidak. Lantas apa rahasia dan tujuannya? Tujuannya ialah untuk meneguhkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam . Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa, kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Muhammad. Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih intens (sering), yang tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat bergembira yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu saat-saat yang paling baik di bulan Ramadhan, ialah seringnya perjumpaan beliau dengan Jibril.[3]

Serta juga untuk meneguhkan hati Rasul dengan menceritakan cerita-cerita Rasul terdahulu.
“Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu, dan didalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang yang beriman” (QS. Hud: 120)
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili menafsirkan ayat-ayat diatas dengan maksud bahwa semua kisah yang diceritakan Allah dalam Al-Quran adalah untuk menguhkan hati rasul dalam menunaikan risalah dan tabah dalam menghadapi gangguan. Dalam surah yang berisi sebagian kisah para nabi dan bukti keimanan ini terdapat kebenaran yang kukuh dari Rabbmu; pengajaran dan peringatan bagi orang yang beriman; ahli kebenaran dengan akhir yang baik[4].

Kaum kafir senantiasa melemparkan berbagai macam gangguan dan ancaman kepada rasul. Padahal dengan hati tulus ia ingin menyampaikan segala yang baik kepada mereka,[5] sehingga Allah menegaskan:
فَلَعَلَّكَ بَـٰخِعٌ۬ نَّفۡسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَـٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَـٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا
Maka [apakah] barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini [Al Qur’an] (QS. Al-Kahfi: 16)
Nabi itu diketahui seorang ummy tidak dapat membawa dan tidak dapat menulis. Diturunkan Al-Qur’an bercerai-cerai agar mudah beliau menghafalkannya. Nabi-nabi lain pandai menulis dan membaca. Maka dapat mengfal semuanya bila ditrurunkan sekaligus.

Kata ibnu Faurak : ada yang mengatakan bahwa sebabnya At-Taurat diturunkan sekaligus,ialah Nabi Musa AS itu seorang yang pandai membaca dan menulis. Adapun sebab tuhan menurunkan Al-Qur’an berangsur-angsur karena Al-Qur’an diturunkan berupa bacaan buka berupa tulisan. Diturunkannya kepada Nabi yang tidak pandai menulis.[6]

b) Memberikan kekuatan kepada nabi Muhammad SAW dalam menghadapi tekanan dan intimidasi orang-orang Quraisy[7].

Setiap kali penderitaan Rasulullah bertambah karena didustakan oleh kaumnya dan merasa sedih karena penganiayaan mereka, maka al-Quran turun untuk melepaskan derita dan menghiburnya serta mengancam orang-orang yang mendustakan bahwa Allah mengetahui hal-ihwal mereka dan akan membalas apa yang mereka lakukan itu.[8]
فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ إِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.(QS. 36:76)
c) Menepis keraguan hati nabi Muhammad SAW akan kebenaran wahyu yang diterimanya[9].

d) Menghilangkan kegelisahan yang sering dihadapi nabi Muhammad SAW ketika lama tidak menerima wahyu.

e) Menjawab tantangan sekaligus mu’jizat.

Orang-orang musyrik senantiasa berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampaui batas. Mereka sering mangajukan pertanyaan-pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menentang. Untuk menguji kenabian Rasulullah. Mereka juga sering menyampaikan kepadanya hal-hal batil yang tak masuk akal, seperti menanyakan tentang hari kiamat, lalu turunlah ayat :

Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui”. (Al-A’roof :187)

Jadi hikmah yang bisa kita tangkap disini adalah, bahwasanya turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur juga agar bisa menjawab tantangan-tantangan yang senantiasa dimunculkan oleh kaum kafir qurays, yahudi, bahkan juga kaum munafik.

Hikmah seperti ini telah diisyaratkan oleh keterangan yang terdapat dalam beberapa riwayat dalam hadis Ibn Abbas mengenai turunnya Qur`an : `Apa bila orang-orang musyrik mengadakan sesuatu, maka Allah pun mengadakan jawabannya atas mereka.[10]

Sedangkan manfaat bagi masyarakat arab ketika masa al-Qur’an diturunkan adalah untuk :

a) Mempermudah rasul dan sahabat dalam menghafalkan, memamahami, dan mengamalkan al-Qur’an.

Memang, dengan turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih bagi orang-orang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu; Qur’an turun secara berangsur-angsur tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya. Memang, ayat-ayat Qur’an begitu turun oleh para sahabat langsung dihafalkan dengan baik, dipahami maknanya, lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari[11]. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata:
“Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat.” (HR. Baihaqi)
Oleh karenya ada yang berkata: “Makna kalimat supaya kami kuatkan hatimu dengannya[12] ialah supaya emngkau dapat menghafalnya.[13]

b) Merubah tradisi secara bertahap sehingga tidak terjadi kejutan dan loncatan tradisi yang dapat mengakibatkan masyarakat antipati terhadap ajaran al-Qur’an.

c) Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat mengamalkannya. Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunnya ayat-ayat Qur’an. Apalagi pada saat memerlukannya karena ada peristiwa yang sangat menuntut penyelesaian wahyu; seperti ayat-ayat mengenai kabar bohong yang disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah bunda Aisyah, dan ayat-ayat tentang li’an.[14]

Sementara manfaat turunya alqur’an berangsur-angsur bagi umat setelah masa sahabat adalah untuk :

a) Mempermudah memahami tahapan-tahapan penetapan hukum.

Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur; yakni dimulai dari maslaah-masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah yang penting. Nah, karena masalah yang sangat pokok dalam Islam adalah masalah Iman, maka pertama kali yang dipriorotaskan oleh Al-Qur’an ialah tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada kitab-kitbnya, para rasulnya, iman kepdaa hari akhir, kebangkitan dari kubur, dan surga neraka. Hal itu didukung dengan dalil-dalil yang rasional yang tujuan untuk mencabut kepercayaan-kepercayaan jahiliyah yang berpuluh-puluh tahun telah menancap di hati orang-orang musyrik untuk ditanami/diganti dengan benih-benih akidah Islamiyah.

Setelah akidah Islamiya itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai ke akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan, darah/pembunuh dan sebagainya. Begitulah Qur’an diturunkan sesuai dengan kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin dalam memperjuangkan agama Allah di muka bumi.[15]

Contoh yang paling jelas mengenai penetapan hukum yang berangsur-angsur itu ialah diharamkannya minuman keras, mengenai hal ini pertama-tama Allah berfirman :

1) Pertama, Allah SWT berfirman : Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan.`(an-Nahl: 67).

Ayat ini menyebutkan tentang karunia Allah apa bila yang di maksud dengan `sakar` ialah khamr atau minuman keras dan yang dimaksud dengan `rezeki` ialah segala yang dimakan dari kedua pohon tersebut seperti kurma dan kismis-dan inilah pendapat jumhur ulama- maka pemberian predikat `baik` kepada rezeki sementara sakar tidak diberinya, merupakan indikasi bahwa dalam hal ini pijian Allah hanya ditujukan kepada rezeki dan bukan kepada sakar, kemudian turun firman Allah:

2) Kedua, Allah SWT berfirman : `Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: `Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya`.(al-Baqarah:219).

Ayat ini membandingkan antara manfaat minuman keras (khamr) yang timbul sesudah memminumnya seperti kesenangan dan kegairahan atau keuntungan karena memperdagangkannya, dengan bahaya yang diakibatkannya seperti dosa, bahaya bagi kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan dorongan-dorongan untuk berbuat kenistaan dan durhaka. Ayat tersebut menjauhkan khamr dengan cara menonjolkan segi bahayanya dari pada manfaatnya, kemudian turun firman Allah:

3) Ketiga : Allah SWT berfirman : `Wahai orang-orang yang beriman , janganlah kamu salat sedang kamu dalam keadaan mabuk.`(an-Nisa`: 43 ).

Ayat ini menunjukkan larangan minuman khamr pada waktu-waktu tertentu bila pengaruh minuman itu akan sampai kewaktu salat, ini mengingat adanya larangan mendekati salat dalam keadaan mabuk, samppai pengaruh minuman itu hilang dan mereka mengetahui apa yang mereka baca dalam salatnya, selanjutnya firman Allah:

4) Keempat : Firman Allah :`Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu.`(al-Maidah:90-91)

Ini merupakan pengharaman secara pasti dan tegas terhadap minuman dalam segala waktu.

Hikmah penetapan hukum dengan sistem bertahap ini lebih lanjut diungkapkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a ketika mengatakan : `Sesungguhnya yang pertama kali turun dari Qur`an ilah surah Mufassal yang didalamnya disebutkan surga dan neraka, sehingga ketika manusia telah berlari kepada Islam, maka turunlah hukum haram dan halal. Kalau sekiranya yang turun pertama kali adalah `Janganlah kamu meminum khamr` tentu meraka akan menjawab: `Kami tidak akan meninggalkan khamr selamanya.` Dan kalau sekiranya yang pertama kali turun ialah ; janganlah kamu berzina, tentau mereka akan menjawab: `Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya.`[16]

b) Memepermudah mengetahui turunnya ayat al-qur’an sehingga dapat diketahui mana ayat yang tergolong dalam makiyah dan yang madaniyah.

c) Mempermudah mengetahui nasikh dan mansukh.

Footnote

[1] MF. Zenrif, Sintesis Paradigma Studi Al-Qur’an, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), Hlm 8-9.
[2] Abu Syamah, nama lengkapnya ialah Abdurrahman bin Islma’il Al-Maqdisi; seorang ahli fiqih mazhab Syafi’i karyanya adalah a-Wajiz ila ulumin ta’allaqu bil Quranil ‘aziz dan syarhun ‘alasy syatibiyyah al-masyhurah fil qiraat. Wafat 665 H. Lihat footnote, Khalil Mannan Al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, hal 161.
[3] Syaikh Muhammad Ibnu Jamil Zainu. “Pemahaman Al Qur’an”, Penerbit: Gema Risalah Press, Bandung; Cet. Pertama: September 1997, hal.47-51 (http://salafiyunpad.wordpress.com/2008/03/25/hikmah-diturunkannya-al-quran-secara-berangsur-angsur/)
[4] Qur’an of The Day : Surat Hud ayat 120-122, http://calakan.wordpress.com/2010/12/10/quran-of-the-day-surat-hud-ayat-120-122/
[5] Khalil Mannan Al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, hal. 157
[6] Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, hal 43
[7] Perhatikan QS. Yasin: 76 .
[8] Khalil Manna Al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, hal 159
[9] QS.Yunus : 20
[10] Khalil Manna Al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, hal 161-162
[11] Syaikh Muhammad Ibnu Jamil Zainu. “Pemahaman Al Qur’an”, Penerbit: Gema Risalah Press, Bandung; Cet. Pertama: September 1997, hal.47-51 (http://salafiyunpad.wordpress.com/2008/03/25/hikmah-diturunkannya-al-quran-secara-berangsur-angsur/)
[12] QS. Al-Furqan: 32
[13] Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, hal 43
[14] Syaikh Muhammad Ibnu Jamil Zainu. Op.cit. hal.47-51 (http://salafiyunpad.wordpress.com/2008/03/25/hikmah-diturunkannya-al-quran-secara-berangsur-angsur/)
[15] Ibid.
[16] “Hikmah Turunnya Al-Quran Secara Bertahap” http://alhikmah.ac.id/2012/hikmah-turunnya-alquran-secara-bertahap/

Posting Komentar

 
Top