0
Ibnu Qayyim Al Jauziyah membuat satu bab tersendiri dalam Zaadul Ma’ad mengenai Rasulullah dan Desain Rumah. Meskipun tergolong satu bab, uraiannya tidak banyak. Hanya berisi garis besar bagaimana desain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sikap beliau terhadap rumah sendiri.

Berikut ini ringkasan dari bab Rasulullah dan Desain Rumah dalam Zaadul Ma’ad serta tambahan informasi ukuran rumah Rasulullah.

Rasulullah menyadari bahwa kehidupan laksana perjalanan, lalu berteduh sebentar untuk meneruskan ke tujuan yakni akhirat. Oleh karena itu beliau dan para sahabatnya tidak berlebih-lebihan dalam desain rumah.

Kriteria Rumah Rasulullah

Rasulullah tidak pernah menghias, memperluas dan meninggikannya. Akan tetapi desain rumah beliau adalah model terbaik bagi orang yang sedang dalam perjalanan untuk berlindung dari panas, hujan dan cuaca dingin. Melindunginya dari pandangan mata. Mencegah binatang masuk. Atapnya didesain sedemikian rupa agar tidak timbul kekhawatiran jatuh atau ambruk. Tak ada serangga yang bersarang, tidak pula tiupan angin kencang.

Rumah Rasulullah tidak terlalu rendah, tidak juga terlalu tinggi. Tidak terlalu sempit sehingga penghuninya sesak, tidak pula terlalu luas sehingga mubadzir dan sia-saia. Tidak pula banyak ruang kosong sehingga ditempati serangga.

Rumah Rasulullah tidak diberi wewangian yang justru mengganggu penghuninya. Namun rumah Rasulullah wangi karena beliau biasa memakai minyak wangi.

Desain rumah Rasulullah benar-benar ideal dan bermanfaat serta serasi dengan tubuh dan kesehatan.

Tampilan Arsitektur Bangunan

Rumah Rasulullah terbuat dari tanah sebagaimana kebiasaan rumah-rumah bangsa Arab kala itu. Lalu dirangkai dengan pelepah-pelepah kurma sebagai pelindung bagian atas.

Rumah tersebut diberi pintu yang juga terbuat dari rangkaian pelepah kurma guna memagari bagian halaman atau beranda. Pada bagian beranda itu juta terdapat pintu yang langsung mengarah ke arah Masjid Nabawi, dari situ lah beliau sehari-hari berjalan menuju masjid. Dan saat ini, bagian ini sudah termasuk ke dalam bangunan masjid yang kemudian disebut dengan Raudhah.

Pada bagian halaman itu juga, terdapat pintu lain yang langsung mengarah ke arah jalan.

Ketika berada di Makkah, rumah Rasulullah bersama Khadijah tergolong besar dan luas. Namun ketika berada di Madinah, rumah beliau bersama Aisyah hanya berukuran sekitar 5 meter x 4,5 meter dan tingginya 3 meter, berlantaikan tanah. Di dalamnya hanya ada sebuah kamar berukuran 3 x 3,5 meter dengan tempat tidur berupa ‘tikar’ yang sederhana.

Sungguh, di rumah ini lah beliau menghabiskan kehidupan beliau hingga akhir usia. Hingga diceritakan, ketika beliau melaksanakan sholat malam, beliau terpaksa bersempit-sempit dengan istri beliau Aisyah yang tengah tertidur!

Lantas bagaimana pula dengan perabotannya? Sebagaimana diceritakan oleh Aisya r.a istri beliau, di rumah itu awalnya hanya terdapat sebuah ranjang kasar tempat tidur mereka bersama, lalu kemudian beliau dikaruniai satu ranjang lagi (jangan bayangkan semewah ranjang sekarang). Di rumah itu tidak ada lampu...!

Ketika pemuka suku Tha'i, Uday bin Hatim al-Tha'i datang ke rumah Rasulullah Saw, yang mana waktu ia masih beragama nashrani dan selalu memakai kalung salib emas di dadanya, Rasulullah Saw menyambut tamunya tersebut dan mempersilahkannya duduk di atas alas duduk (semacam bantal) satu-satunya yang ada di rumah beliau, sementara beliau sendiri duduk di atas lantai tanah!

Sungguh kehidupan yang penuh dengan kesahajaan! Tidak ada makanan mewah, bahkan Aisyah r.a pernah bercerita bahwa mereka pernah tidak memiliki makanan selama 3 bulan (tiga bulan) selain dari buah kurma kering dan air!

Posting Komentar

 
Top