Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengharuskan perkawinan yang seagama digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Para pemohon yakni Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata dan Anbar Jayadi merasa telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 2 ayat (1) yang menyebutkan 'perwakinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu'.
Menurut Pemohon, aturan perkawainan dalam undang-undang tersebut akan berimplikasi pada tidak sahnya perkawinan yang dilakukan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Atau dengan kata lain, negara 'memaksa' agar setiap warga negaranya untuk mematuhi hukum agama dan kepercayaannya masing-masing dalam perkawinan.
Menurut Pemohon, peraturan tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum bagi orang-orang yang hendak melakukan perkawinan di Indonesia karena penerapan hukum agama dan kepercayaan sangatlah bergantung pada interpretasi baik secara individual maupun secara institusional.
Dalam permohonannya, Pemohon menegaskan sudah saatnya melepaskan 'beban' negara untuk menanamkan nilai-nilai luhur agama dan kepercayaan kepada tiap warga negaranya. Menurut Pemohon, tanggung jawab tersebut harus dipikul sendiri oleh warga negara dan negara harus membiarkan masyarakat yang memutuskan berdasarkan hati nurani dan keyakinannya sendiri untuk mengikuti atau tidak mengikuti ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat ('1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1) dan (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini akan menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap UUD 1945. Mahkamah akan menggelar sidang pemeriksaan perdana hari ini pukul 14.00 WIB.
Posting Komentar