- Manuarang Hutabarat (Sultan thaha- jambi),
- Setir Cahyadi (Solo),
- Hendrik N. E. Malelak (Kupang).
- Djoko Sukono. (A. Yani- semarang).
- Judi. S. Tunari. (manado).
- Natanael Hermawan Prianto. (juanda- surabaya).
- Simon Harsoyo (juanda - surabaya).
- Donny Wenas (Juanda- surabaya).
- Roy Paoki (juanda - surabaya).
- Robby. D. Tengor. (Balikpapan),
- Hanny prayogo (juanda- surabaya) dll di kantor Wantimpres.
- Keprihatian dan permohonan maaf kepada Umat Islam atas kasus Tolikara dan GIDI tidak sama dengan mereka.
- Dalam Tragedi Tolikara ada pihak luar yang bermain yang ingin memecah bangsa indonesia.
- Menolak permohonan maaf pemerintah kepada PKI dengan alasan rusia saja yang hampir 40 juta rakyatnya menjadi korban komunis sampai sekarng tidak minta maaf.
- Jika pemerintah minta maaf kepada PKI akan menimbulkan masalah baru bagi bangsa Indonesia.
- Ekstriminitas ternyata ada di mana-mana tapi terkadang ekspos dunia tidak seimbang. Radikalisme bisa disebabkan oleh ideologis atau pun kasusuitas.
- Komunis sekarang sudah menjadi bagian dari HAM.
- HAM Indonesia tidak boleh disamakan dg HAM Internasional.
- Persoalan PKI di Indonesia perlu Rekonsiliasi.
- Para pendeta yang hadir perlu silaturahmi dengan FPI agar lebih kenal siapa FPI dan ini akan menjadi babak baru untuk perbaikan Bangsa Indonesia, saya berharap ada pemikiran yang sama antara tokoh agama kristiani dengan FPI yang bisa dibangun dan dikembangkan untuk kerukunan umat beragama.
Acara ditutup dengan dibacakan pernyataan bersama yg isinya:
- Bersama sama Menjaga kedaulatan NKRI dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
- Bersatu menjaga moral bangsa dan bersama-sama menegakan amar ma'ruf nahi munkar.
- Penegakan hukum kepada aktor intelektual Kasus Tolikara dengan menghukum seberat-beratnya.
- Menolak permohonan maaf pemerintah kepada PKI.
- Akan bersama-sama berjuang mencegah bangkitnya PKI.
Posting Komentar