Syedara Loen, Alhamdulillah untuk beberapa titik pengungsi warga Rohingya di Aceh sudah berdatangan lembaga-lembaga kemanusiaan dan relawan yang membantu para imigran yang terzalimi.
Setidaknya lebih dari 700 imigran Rohingnya tiba di Aceh setelah terombang ambing di lautan dan juga setelah ditolak pada beberapa negara.
Para imigran itu ditolong oleh nelayan Aceh saat memasuki batas laut Sumatera. Berita ini pun terus tersebar hingga internasional. Semua kalangan memuji atas pertolongan rakyat Aceh.
Pemandangan seperti ini sebenarnya sudah pernah terjadi 10 tahun yang lalu saat kejadian Tsunami. Hal ini yang kemudian membuat rakyat Aceh iba saat bernostalgia pada beberapa tahun yang lalu menimpa mereka. Saat dulu Aceh ditolong, maka kini saatnya Aceh yang menolong.
Sudah menjadi budaya Aceh untuk pemulia jame (memuliakan tamu). Kedatangan para imigran Rohingya terzalimi ini bak kejadia hijrahnya para Muhajirin dan Anshar di Yathrib (Madinah). Dan peristiwa ini menjadi sebuat kisah sejarah peradaban dunia baru pada negri tanah Rencong ini.
Berbeda Aceh, berbeda pula Indonesia. Bagi rakyat Aceh, pengungsi imigran Rohingya adalah para muhajirin yang terzalimi. Namun, bagi Indonesia mereka adalah imigran gelap yang akan menyusahkan Indonesia.
Seolah tak ada keserasian antara keduanya. Bagi rakyat Aceh, kedatangan para kaum terzalimi Rohingya ini merupakan suatu ujian dari Allah untuk menguji kita agar dapat memperhatikan saudara seiman kita, bahkan bagi rakyat Aceh mereka bukan suatu beban. Namun bagi Indonesia (TNI) mereka adalah imigran gelap yang akan menyusahkan Indonesia.
Tersentak saya saat sebuah berita yang dilansir BBC Indonesia yang mengabarkan bahwa TNI melarang nelayan Aceh menolong pengungsi Rohingya. Dalam benak saya, inilah dia bukti jika Nasionalisme itu mengaburkan mata dan mengeraskan hati. Ummat Islam terpecah-pecah atas sekat batas Negara-Negara. Inilah salah satu alasan kenapa kita butuh Syariat Islam dan Khilafah.
TNI mengukuhkan telah melarang nelayan yang beroperasi di wilayah Aceh untuk menjemput dan membawa migran ke wilayah Indonesia, kecuali kapal yang ditumpangi para imigran tenggelam.
Sementara itu Menteri Pertahanan Thailand, Jenderal Pravit Wongsuwan, memperingatkan kepada kapal-kapal migran untuk tidak memasuki wilayah negara itu tanpa izin.
"Bagi kapal-kapal di luar perairan Thailand, kami peringatkan kepada mereka untuk tidak masuk ke wilayah Thailand. Bila mereka masuk, mereka masuk ke negara kami secara gelap," kata Wongsuwan.
"Bila mereka nekat, mereka akan segera ditahan," katanya.
"Jangan sampai ada nelayan kita menjemput mereka (kaum Rohingya) ke luar batas laut kita, kemudian keluar dari kapal dan masuk perahu nelayan, dan masuk wilayah kita. Itu yang kita larang," kata juru bicara TNI Fuad Basya kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Senin (18/05) siang.
Kepada wartawan BBC, dua nelayan Aceh mengaku, mereka dilarang menyelamatkan para pengungsi Rohingya dari laut, "bahkan jika kapal mereka tenggelam sekalipun."
Fuad Basya membantahnya. Dikatakannya TNI tidak melarang upaya penyelamatan ke darat apabila "kapalnya tenggelam atau mereka terapung-apung di laut dan tidak ada kapalnya."
Fuad Basya mengatakan, orang asing yang masuk wilayah daratan Indonesia harus menggunakan dokumen resmi.
"TNI mempunyai kewajiban menjaga kedaulatan wilayah Indonesia, termasuk di laut," katanya.
TNI sejauh ini memperketat patroli di kawasan laut di Sumatera untuk mencegah kedatangan imigran gelap.
Posting Komentar