Siapa sangka lambang negara yang sangat dikagumi bangsa Indonesia dengan nama "Garuda Pancasila" sejatinya sudah pernah ada jauh 683 tahun sebelum di sah kan di Indonesia. Garuda Indonesia di sah kan pada tahun 1950 dan lambang yang serupa sudah ada sejak abad ke-13 atau 1276 di Aceh.
Kedua simbol itu sejatinya juga dari dua negara yang berbeda. Simbol yang satunya berasal dari Kerajaan Samudra Pasai dan Garuda Pancasila berasal dari Negara Indonesia.
Asal muasal penggunaan lambang Garuda Pancasila sebagai lambang negara adalah bermula saat Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II (Sultan Hamid II) memenangi sayembara lambang negara. Sayembara ini diadakan oleh Presiden Soekarno. Sebelumnya ada usulan lambang negara yang diajukan oleh M. Yamin namun ditolak oleh panitia karena masih ada pengaruh Jepang melalui penempatan sinar matahari.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, baru pada tahun 1950 kita memiliki lambang negara. Jadi selama lima tahun itu Indonesia nirlambang negara. Garuda Pancasila ditetapkan sebagai lambang Negara RI pada 11 Februari 1950 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 1951.
Lalu Presiden Soekarno memperkenalkan lambang itu kepada masyarakat pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta. Sebelumnya Garuda juga sudah menjadi lambang kerajaan atau stempel kerajaan di Jawa seperti Kerajaan Airlangga.
Sebelum digunakan secara resmi sebagai lambaga negara RI, Garuda juga sudah dipakai sebagai lambang Kerajaan Samudera Pasai yang dulu kala berpusat di Aceh Utara. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malikussaleh (Meurah Silu) pada abad ke 13 atau pada 1267. Seorang petualang Ibnu Batuthah dalam bukunya Tuhfat al-Nazha menuturkan Samudera Pasai sudah menjadi pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara.
Siapa sebenarnya yang merancang lambang Kerajaan Samudera Pasai? “
Lambang Kerajaan Samudera Pasai dirancang oleh Sultan Samudera Pasai Sultan Zainal Abidin. Lambang burung itu bermakna syiar agama yang luas, berani dan bijaksana,” sebut R Indra S Attahashi kepada Beritasatu.com, Sabtu (6/10).
Indra menjelaskan, lambang berisi kalimat Tauhid dan Rukun Islam. Rinciannya, kepala burung itu bermakna Basmallah, sayap dan kakinya merupakan ucapan dua kalimat Syahadat. Terakhir, badan burung itu merupakan Rukun Islam.
Pria kelahiran 1974 itu menjelaskan lambang itu disalin ulang oleh Teuku Raja Muluk Attahashi bin bin Teuku Cik Ismail Siddik Attahashi yang merupakan Sultan Muda Aceh yang diangkat pasca peristiwa Perang Cumbok pada 1945. Ketika itu di Aceh Tamiang ada kerajaan sendiri bernama Kerajaan Sungai Iyu
“Bisa saja disebut, lambang negara Indonesia ini meniru lambang Kerajaan Samudera Pasai yang duluan eksis sebelum kaum Nasionalis Marhaenisme merancang NKRI,” ungkap Indra yang juga generasi ketujuh dari Kerajaan Sungai Iyu.
Indra menjelaskan, lambang Kerajaan Samudera Pasai itu sudah ada dalam silsilah keluarganya lebih dari 100 tahun lalu. Dari kakek atau nenek, lambang itu diwariskan dari generasi ke generasi yang selalu dikisahkan bahwa itu lambang Kerajaan Samudera Pasai.
Disebutkan, asal-usul pendiri Kerajaan Samudera Pasai berasal dari keturunan Turki yakni Al Ghazy Syarif Attahashi yang merupakan panglima memimpin utusan Dinasti Usmaniyah (Ottoman) yang membantu Aceh menghadapi serangan Portugis. Kemudian panglima ketujuh itu menikah dengan seorang putri Sultan Iskandar Muda.
Perihal lambang Negara Indonesia yang mirip dengan lambang Kerajaan Samudera Pasai juga dituturkan oleh Ibrahim Qamarius dosen Universitas Malikussaleh Aceh Utara. Setelah digelar seminar International Conference and Seminar "Malikussaleh; Past, Present and Future di Aceh Utara pada 11-12 Juli 2011, masyarakat mengirim lambang Kerajaan Samudera Pasai yang merupakan replika.
Lambang itu dilukis oleh Teuku Raja Muluk Attahashi, keturunan dari panglima Turki Utsmani yang ke Aceh ketika Sultan Iskandar Muda menghadapi Portugis, pimpinan dari Panglima Tujuh Syarif Attahashi.
Ibrahim menjelaskan, walaupun lambang Indonesia mirip dengan Kerajaan Samudera Pasai belum bisa dipastikan Indonesia meniru dari Samudera Pasai. Menurutnya, perlu pengkajian lebih lanjut
“
Panitia melakukan pengkajian konprehensif mengenai lambang atau gambar tersebut dan kemungkinan dibahas pada International Conference and Seminar Malikussaleh kedua pada 2013,” ungkap Ibrahim yang mantan ketua panitia konferensi itu kepada Beritasatu.com, Sabtu (6/10).
Terlepas dari klaim inspirasi Garuda dari lambang Kerajaan Samudera Pasai, sejarawan LIPI Aswi Warman Adam menegaskan kalau klaim itu menunjukkan kecintaan bangsa Indonesia.
"Ini bukanlah sebuah klaim yang menjurus ke arah negatif. Ini merupakan sebuah bentuk kecintaan bangsa Indonesia, yang dulu saat proses pemilihan lambang negara memang ikut terlibat," kata Asvi
Dari segi tampilan juga terlihat berbeda. Garuda Pancasila sendiri berbentuk utuh sebagai wujud hewan garuda lengkap dengan detail makhluk. Sedangkan lambang kerajaan Samudra Pasai sendiri merupakan kaligrafi tauhid yang membentuk 'burung' untuk mengaplikasikan unsur filosofinya.
Perisai juga berbeda. Pancasila dengan lima kolom yang diisi gambar sebagai bentuk filosofinya. Maka pada simbol kerajaan Samudra Pasai hadir dengan lima pilar Islam.
Berlepas dari benar tidaknya ada klaim tersebut. Lambang Garuda Pancasila tersebut pernah dikaji dalam teori konspirasi tersendiri. Seperti yang zulfanafdhilla.com kutip dari islampos.com dan anehnyanegaraku.blogspot.com.
Garuda adalah adaptasi dari Garida yang dalam mitologi Hindu India berbentuk manusia berwarna emas, berwajah putih, berparuh dan bersayap merah. Diperkirakan sosok ini adalah adaptasi Hindu terhadap Dewa Ra/Bennu dalam mitologi Mesir kuno (Dewa Horus). Garuda juga banyak kesamaan dengan mitologi Pha Krut (Thailand), Rukh (Arab), Simurgh (Persia), Thunderbird (Indian), Vurumahery (Madagaskar) dan Phoenix (Yunani Kuno).
Di Indonesia mitologi Garuda sudah ada sejak abad ke-6 dengan digunakannya Garuda sebagai lambang pada Kerajaan Mataram Kuno (Garudamukha), Kerajaan Kedah (Garudagaragasi), Kerajaan Sumatera dan Kerajaan Sintang Kalimantan. Dalam Kesusastraan (pewayangan) Garuda yang disebut Garudeya dikenal sebagai kendaraan Bathara Kresna/Dewa Wisnu sebagai dewa pencipta dan pemelihara. Selain itu di beberapa candi juga terdapat artefak bermotif Garuda seperti pada candi Prambanan, candi Belahan, Candi Kidal, Candi Kedaton dan Candi Sukuh. Jadi simbol Garuda Pancasila sebenarnya terselip ajaran Paganisme Hindu yang jika ditarik kebelakang berasal dari ajaran Mesir Kuno yaitu Thagut Fir'aun dan dibawa keseluruh dunia oleh para Freemason/Laskar Iblis.
Inspirasi lambang Garuda diperoleh Sultan Hamid II dari lambang kerajaan Sintang, sebuah kerajaan Hindu yang didirikan seorang Tokoh Hindu dari Semenanjung Melaka bernama Aji Melayu.
Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi Hindu kuno dalam sejarah nusantara, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
Dikisahkan, dalam rangka mencari ide untuk membuat lambang Negara, Sultan Hamid II mencari inspirasi mulai dari satu tempat ke berbagai wilayah Kalimantan Barat. Mulanya, Sultan Hamid II mengunjungi Sintang hingga kemudian bertolak ke Putus Sibau.
Di Putus Sibau, pihak swa praja mengusulkan kepada sultan yang lahir tahun 1913 itu untuk menggunakan lambang burung Enggang. Namun usul itu urung diterima, karena Sultan Hamid II lebih tertarik pada lambang burung Garuda yang menjadi lambang kerajaan Sintang. Hingga Sultan Hamid II pun berinisiatif meminjam lambang kerajaan Sintang untuk menjadi lambang Negara Indonesia.
Sultan Hamid II sendiri adalah seorang pengikut Freemason dan Theosofi. Ia mewarisi ‘darah’ masonik dari garis Abdul Rachman, Sultan Pontianak yang terdaftar dalam Freemason di Surabaya pada 1944. Jenjang pendidikan sultan yang kemudian menjadi Menteri Negara Repulik Indonesia Serikat (RIS) itu adalah sekolah dasar Belanda, bahkan termasuk salah seorang Indonesia yang disekolahkan di sekolah militer Belanda di Breda.
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Sebagai gerakan zionisme internasional, freemasonry memiliki doktrin Khams Qanun yang diilhami Kitab Talmud dan ini juga ada kesamaan dengan simbol pancasila. Yaitu,:
- monoteisme (ketuhanan yang maha esa),
- nasionalisme (berbangsa, berbahasa, dan bertanah air satu Yahudi),
- humanisme (kemanusiaan yang adil dan beradab bagi Yahudi),
- demokrasi (dengan cahaya talmud suara terbanyak adalah suara tuhan),
- dan sosialisme (keadilan sosial bagi setiap orang Yahudi). (Syer Talmud Qaballa XI:45).
Hipotesa-hpotesa lain juga bermunculan seperti:
- Lambang bintang lima di dada Garuda adalah simbol kepala Baphomet, kambing jantang jelmaan iblis. Sengaja ditaruh terbalik untuk mengaburkan bintang pentagram tersebut.
- Adapun lambang rantai merupakan simbol untuk garis darah (bloodline) kelompok illuminati atau sejenisnya yang menjaga (gatekeeper) keberlangsungan gerakan freemason.
- Pohon Beringin adalah simbol pohon Sephiroth dalam tradisi mistik Kabbala.
- Kepala Banteng adalah simbol sapi Samiri yang menjadi sesembahan orang Yahudi ketika Moses meninggalkannya.
- Dan terakhir adalah padi dan kapas yang tidak ada bedanya dengan zaitun dan gandum yang digenggam elang Amerika Serikat, simbol kesuburan atau sumber kehidupan utama kehidupan manusia yang dijadikan lahan perah, atau sumber daya yang harus dihisap dan dikendalikan oleh Freemason.
Walau bagaimanapun simbol-simbol yang digunakan oleh para pelaku konspirasi, sangat berbeda dengan simbol yang digunakan oleh Kerajaan Samudra Pasai. Hal ini terlihat jelas jika simbol itu tidak diciptakan utuh sebagai makhluk (burung). Ini juga sebagai sabda Rasul untuk tidak membuat patung dan gambar bernyawa. Apalagi simbol-simbol (thagut) suatu komunitas yang kemudian akan diagung-agungkan laksana berhala/thagut. Adapun kerajaan Samudra Pasai menggunakan simbol burung yang tampil secara abstrak didalam kaligrafi tauhid adalah bentuk perwujudan dari nilai filosofi yang disampaikan. wallahualam.