Oleh. Al-Ustadz Zaenal Abidin, Lc
DIMABUK CINTA “FILM AYAT-AYAT CINTA”
Saat ini hampir setiap gedung bioskop di tanah air digoyang film berjudul “Ayat – Ayat Cinta”. Para penggemar yang tergila-gila dengan novel ayat – ayat cinta ini, mereka dengan sabar dan ikhlas menunggu antrian masuk gedung bioskop sesabar jamaah Haji yang sedang antri di tembok Ka’bah untuk mendapat kesempatan mencium hajar Aswad. Ibarat medan magnet siapapun yang pernah dekat dengan novel tersebut, pasti ia tergoda untuk menonton. Sehingga beberapa TOKOH AGAMA dan masyarakat level nasional juga tersihir untuk ikut menonton film AAC tersebut.
Untuk memuaskan penggemar fanatik, para penggarap film ini memilih bintang-bintang berbobot, aktor tampan dan aktris cantik yang telah dikenal sukses memerankan film2 laris tingkat nasional. Maklumlah, karena TARGET BISNIS lebih menonjol daripada berkiprah untuk KEMULIAAN ISLAM, sehingga mereka lebih pantas untuk masuk ke dalam kelompok yang dikhawatirkan ’Ali bin Abi Thalib Rodliyallohu’anhu, ketika beliau menuturkan fitnah yang terjadi di akhir zaman; maka Umar bin Khattab Rodliyallohu’anhu bertanya:”Wahai Ali, kapan itu terjadi?” Beliau menjawab:”Jika pemahaman dicari untuk SELAIN KEPENTINGAN AGAMA, ilmu dipelajari BUKAN untuk diamalkan, dan DUNIA DICARI dengan AMAL AKHIRAT”
TAK ADA CINTA DALAM AYAT – AYAT CINTA.
Tulisan ini tidak bermaksud menyoroti novel “Ayat-Ayat Cinta”. Juga tidak bermaksud menghakimi sutradara film tersebut. Namun lebih untuk mengkritisi DAMPAKnya bagi AQIDAH dan MORALITAS umat, terutama bagi mereka yang kurang paham tentang ajaran Islam yang benar. Walaupun keduanya memiliki akar wacana sama, tetapi mengandung muatan dan nuansa berbeda, karena visualisasi cerita tidak terlepas dari ADEGAN HARAM dan DISTORSI terhadap nilai. Apalagi beberapa pemirsa merasa kecewa, karena antara sajian novel dengan tanyanga filmnya tidak sama. Bahkan adik kandung sang sutradara, menaggapi dengan sikap dingin tidak mau menonton, karena ia menganggap produksi film adalah SEKULER dan HARAM. [1]
Seorang muslim tidak boleh mencintai dan membenci kecuali karena Allah Subahanahu wata’ala. Islam mengajarkan kepada hamba Allah, agar mempersembahkan cinta sejatinya yang paling hakiki hanya kepada Allah; tidak mencintai ketika harus mencintai kecuali karena Allah, dan tidak membenci ketika harus membenci kecuali karena Allah. Sehingga setiap muslim tidak mencintai kecuali yang dicintai Allah dan Rosul-Nya. Begitu pula tidak membenci kecuali yang dibenci Allah dan Rosul-Nya.
Dari Mu’adz bin Anas Rodliyallohu’anhu, bahwasannya Rosululloh i bersabda :”Barangsiapa yang memberi karena Allah dan menahan pemberian karena Allah, MENCINTAI karena ALLAH dan MEMBENCI karena ALLAH, serta menikahkan (putrinya) kerana Allah, maka sungguh ia telah menyempurnakan keimanannya" [2]
Seorang muslim hendaknya hanya mencintai hamba-hamba Allah yang shalih dan membenci dan memusuhi hamba-hamba-Nya yang fasiq. Untuk bisa mencintai sesuatu dengan benar maka kita harus memiliki ilmu. Karena tanpa ilmu kita tidak bisa mencintai dan membenci sesuatu dengan benar.
Apabila ditakar dengan ukuran cinta dan benci karena Allah sesuai penjelasan diatas, maka TIDAK ADA CINTA dalam film “Ayat - Ayat Cinta”. Artinya, dalam film ini tidak mengusung nilai – nilai Islam yang mengacu pada makna sakral cinta dan benci karena Allah. Bahkan muatan film itu, kebanyakan mengundang murka Allah dan pelanggaran terhada norma – norma Islam yang diajarkan Rosululloh i. Bukankah para pemain film yang melakukan adegan mesra layaknya pasangan suami isteri tidak memiliki hubungan syar’i sebagai suami-isteri? Bukankah para aktris yang membintangi film itu mengenakan busana ala kadarnya, bahkan masuk dalam kategori tabarruj? Bukankah berduaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram dilarang oleh Islam? Bukankah aroma toleransi beragama yang ditampilkan film ini melenyapkan aqidah wala’ dan bara’, bahkan pesan pluralisme dan liberalisme lebih kental ketimbang hanya menunjukkan keindahan toleransi Islam? Bukankah para pemirsa telah kehilangan waktu tanpa manfaat? Bukankah gedung bioskop sebuah tempat yang syubhat(tidak jelas), sementara orang bijak berkata: ”Barangsiapa yang mendatangi tempat-tempt syubhat, jangan salahkan kalau ada orang yang berburuk sangka kepadanya”? Siapakah yang harus bertanggungjawab terhadap kurang lebih 2.5 juta pemirsa yang telah teracuni pemikiran pluralisme yang disajikan dalam film Ayat-Ayat Cinta? Ironi sekali, kenapa ada “tokoh” agama Islam yang dengan bangga merekomendasikan masyarakat untuk menonton film ini!!! -Ya Alloh… tunjukkanlah kepada kami, yang benar itu benar dan yang bathil itu bathil-
LIBERALISASI BUDAYA DAN AGAMA DALAM FILM AAC
Setelah membaca komentar beberapa pemirsa, tokoh agama dan tokoh masyarakat sekuler yang dirilis di berbagai media cetak, nampak film AAC ini menuai banyak pujian karena memuat pesan liberalisme agama, pluralisme peradaban, pembaruan budaya dan kebebasan berinteraksi. Tidak dipungkiri, dalam film itu memuat pesan-pesan moral dan berbudi luhur. Akan tetapi, secara implisit film tersebut sangat berbahaya, karena ia mengusung pemahaman rusak dan kebiasaan buruk. Sehingga yang diuntungkan adalah kekuatan Kristenisasi dan gerakan Zionisme yang selalu berusaha menebarkan dan menularkan virus kerusakan moral dan pendangkalan aqidah. Allah berfirman :
“…Mereka tidak henti hentinya memerangi kamu sampai mereka(dapat) mengembalikan kaum dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantra kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal kekal di dalamnya" [3]
Tanpa disadari kaum muslimin telah kehilangan aqidah paling mahal, yaitu wala’ dan bara’, sehingga kebencian terhadap orang-orang kafir menjadi lemah, kemudian secara perlahan-lahan lebih akrab dengan musuh-musuh Allah, dan memenuhi segala panggilan syahwat yang mengundang murka dan kemarahan Allah, yang akhir hidupnya menemui kesengsaraan dan tempat kembali yang buruk, seperti yang ditegaskan firman Allah :
Artinya : Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan." [4]
Sungguh pantas untuk merasa khawatir, banyaknya kaum muslimin yang telah teracuni dengan pemikiran pluralisme budaya dan liberalisme agama, maka kondisi keagamaan umat semakin diperparah dengan kehadiran tontonan film AAC. Bahkan dampaknya sudah sangat terasa. Misalnya, sebagian umat Islam alergi terhadap sikap tegas dalam beragama dan menolak mentah-mentah pernyataan bahwa agama yang paling benar di sisi Allah adalah ISLAM. Firman Allah :
”Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah adalah ISLAM" [5]
Semoga tulisan ini mampu menggugah mereka yang dimabuk film Ayat-Ayat Cinta dan mampu mengetuk kaum muslimin untuk kembali kapada ajaran Islam yang benar, sehingga tidak terus menerus menjadi tawanan syubhat dan syahwat.
Dinukil dari :
Majalah As Sunnah Edisi 02/Tahun XII Jumadil Ula 1429 H/Mei 2008 M, oleh Al-Ustadz Zaenal Abidin, Lc dalam rubrik Waqi’una dengan sedikit ubahan kata-kata
Posting Komentar