Adakah Zakat Profesi ?
Banyak umat islam yang mengira zakat profesi ini adalah salah satu zakat yang disyari’atkan dalam islam. Padahal zakat itu adalah termasuk ibadah, dan ibadah itu harus ada tuntunannya dari Qur’an maupun Sunnah.
Wajibnya zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi batas minimal nishab dan harus menjalani haul (putaran satu tahun).
Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan dalil berikut.
[a] Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
20 dinar adalah 85 gram emas, karena satu dinar adalah 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung degan nilai nishab emas.
[b] Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
[c] Dari Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab.
Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari’at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
[Lihat Taudhihul Al Ahkam 3/33-36, Subulusssalam 2/256-259, Bulughul Maram Takhrij Abu Qutaibah Nadhr Muhammad Al-faryabi 1/276/279]
Akan tetapi mengeluarkan zakat profesi (gaji) tidak ubahnya seperti mengeluarkan zakat uang tabungan, dengan catatan : kalau sudah sampai jumlah uang itu batas nishob (senilai 85 gram emas) dan uang itu telah dilewati satu tahun. kalau seandainya seorang pegawai menerima gaji 15 juta, 4 juta
keperluannya sebulan, dan sisanya yaitu 11 juta ditabungkan, saya rasa 11 juta itu sudah sampai nishob harta, maka pada tahun depan ia harus mengeluarkan zakat dari 11 juta itu. Berikut ini saya kirimkan terjemahan dalam masalah zakat propesi dari lajnah daimah :
Pertanyaan :
Pertanyaan kedua :
Jawaban :
Soal yang pertama dan yang kedua isinya sama, dua soal tersebut juga mempunyai contoh-contoh yang sama, maka Lajnah (Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa Saudi) berpandangan harus menjawabnya dengan jawaban yang sempurna supaya mamfaatnya lebih besar :
Yaitu :
Barang siapa yang memiliki nishob dari uang, setelah itu dia memiliki nishob dari uang yang lain pada waktu yang berbeda, bukan keuntungan dari uang yang pertama, dan tidak juga diambil dari uang yang pertama. Akan tetapi uang itu tersendiri, seperti seorang pegawai menyisakan (menabungkan) gajinya, atau seperti harta warisan, hadiah atau sewaan rumah. Maka apabila pemilik uang itu tomak untuk mengumpulkan hak miliknya atau dia tomak untuk tidak mengeluarkan sedekah dari hartanya untuk orang yang berhak menerimanya kecuali sekedar kewajibannya dari membayar zakat, maka dia harus membuat jadual hitungan penghasilannya. Setiap jumlah uang (gaji), hitungan haulnya tersendiri, dimulai dari hari dia memiliki uang tersebut. Setiap jumlah uang itu dikeluarkan zakatnya dengan tersendiri, setiap kali sampai satu tahun dari tanggal dia memilikinya.
Apabila dia ingin senang dan menempuh jalan toleransi, serta jiwanya senang untuk mempedulikan keadaan fakir miskin dan yang lainnya; dari orang-orang yang berhak menerima zakat, maka dia mengeluarkan zakar seluruh yang dia miliki dari uang tersebut, tatkala nishob yang pertama dari hartanya itu sudah sampai satu tahun.
Cara yang demikian lebih besar pahalanya, dan lebih tinggi kedudukannya, dan lebih menyenangkannya, serta lebih terjaga hak-hak fakir miskin dan lainnya. Dan apa yang dia lebihkan dari yang diwajibkan kepadanya dari hitungan zakat, dia niatkan untuk sedekah, berbuat baik, sebagai tanda syukurnya kepada Allah atas nikmat serta pemberian Allah yang banyak. Dan dia juga mengharapkan agar Allah subhanah lebih melimpahkan karunia-Nya kepada beliau, sebagaimana firman Allah :
Artinya : "Jika seandainya kalian bersyukur maka niscaya Saya akan menambah kalian (akan nikmatKu)". (Q.S.14;7).
Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq.
Sumber fatwa : "Fatawa lilmuazhofin wal ‘ummal", oleh Lajnah Daimah, hal;75-77.
Posting Komentar